I.22. HAL PANDANGAN TENTANG PENDERITAAN MANUSIA

9 02 2009

1. Di manapun kita berada dan kemanapun kita pergi, kita akan sengsara, jika tidak bertobat kepada Tuhan.

Mengapa kita marah dalam hati bila sesuatu hal tidak berjalan sesuai dengan kehendak dan keinginan kita ?

Tak seorangpun di dunia ini yang dapat mengharapkan akan selalu mencapai keinginannya:  Saya tidak, engkaupun tidak.

Tak seorangpun di dunia ini bebas dari gangguan ataupun kesusahan, sekalipun dia itu seorang raja atau seorang santo bapa.

Maka siapakah yang boleh dikatakan beruntung ? Tentu dia yang mau menderita sengsara karena Allah.

2. Banyak orang yang tidak berfikir lagi pula lemah mengatakan: “Lihatlah, alangkah senang hidup orang itu; kaya, mulia, kuasa, pangkatnya tinggi”. Tetapi hendaklah kita perhatikan kekayaan surgawi, maka kita akan melihat, bahwa semua benda dunia itu tak ada harganya sama sekali. Benda-benda dunia itu tidak tetap, malahan merupakan rintangan besar, karena barangsiapa yang memilikinya selalu merasa takut dan khawatir.

Kebahagiaan orang tidak terletak pada memiliki kekayaan yang melimpah-limpah; cukup seperlunya saja.

Hidup di dunia ini sungguh penuh derita.

Makin dalam perhatian kita terhadap hidup kerohanian, maka sadarlah kita akan pahitnya hidup ini, karena kita lalu lebih menginsyafi dan lebih merasakan jahatnya sifat manusia.

Sebab makan, minum, berjaga, tidur, istirahat dan bekerja, serta harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya itu sungguh merupakan beban berat bagi seorang mursyid yang ingin bebas dari semuanya itu dan juga ingin bersih dari segala dosa.

3. Bagi orang yang sungguh-sungguh mengutamakan hidup kebatinan, maka kebutuhan-kebutuhan hidup badani di dunia ini benar-benar merupakan beban berat.

Oleh karena itu sang nabi dengan sangat berdoa, apakah tidak mungkin dirinya dibebaskan dari semuanya itu dengan kata-kata: “Ya Tuhan, lepaskanlah saya daripada segala beban-beban saya” (Mzm 25 : 17).

Tetapi celakalah mereka yang tidak insyaf akan kesengsaraannya! Lebih celaka lagi mereka, yang masih senang akan hidup yang terkutuk dan tidak kekal ini.

Sebab sementara orang nampaknya sudah demikian lekat pada hidup ini, sehingga mereka (meskipun dengan susah payah atau hanya dengan jalan minta-minta saja mereka dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka) sama sekali tidak mau mengindahkan kerajaan Allah, asal saja mereka dapat tinggal hidup di dunia ini.

4. Oh, benar-benar bodoh dan tak mempunyai kesetiaan di dalam hatinyalah orang, yang demikian lekat kepada barang-barang duniawi, sehingga ia hanya gemar akan kenikmatan daging saja.

Sungguh kasihan orang semacam itu, yang akhirnya akan mengalami betapa remeh dan tak bernilai sama sekali barang-barang yang disayanginya itu.

Sebaliknya orang-orang suci dan orang-orang saleh, para sahabat Kristus. Mereka tidak menghiraukan apa saja yang merupakan kenikmatan daging dan kemewahan duniawi, tetapi seluruh harapan dan kerinduan mereka arahkan kepada benda-benda yang kekal.

Seluruh keinginan selalu mereka tujukan ke atas, ke barang-barang yang tetap dan tidak nampak, agar mereka tidak tertarik ke bawah karena cinta mereka terhadap apa yang kelihatan mata.

Maka Saudaraku, semoga harapan untuk maju dalam kehidupan rohani jangan hilang daripadamu. Saudara masih ada waktu dan kesempatan.

5. Mengapa akan kita tunggu sampai lain waktu. Marilah kita bangkit dan mulai berbuat sekarang juga seraya berkata: Sekaranglah waktunya untuk bekerja, sekaranglah saatnya untuk berjuang, sekaranglah waktunya yang tepat bagi saya untuk memperbaiki hidup saya.

Bila keadaan kita buruk dan baru menderita percobaan, maka saat-saat itulah yang justru merupakan kesempatan baik untuk memperoleh ganjaran.

Kita harus melalui api dan air, sebelum kita memperoleh kekuatan yang segar.

Jika kita tidak bersikap keras terhadap diri kita, tak mungkin kita akan dapat mengatasi kekurangan-kekurangan kita.

Selama kita masih hidup dalam tubuh yang rapuh ini, selama itu kita tidak akan dapat bersih dari dosa dan tidak akan dapat bebas dari kesusahan dan kesengsaraan.

Betapa ingin kita mencapai istirahat dan sama sekali lepas daripada segala kesusahan ini. Tetapi karena kita oleh dosa telah kehilangan keadaan murni bersih kita, maka kitapun telah kehilangan pula kebahagiaan yang sejati.

Oleh sebab itu kita harus sabar dan menunggu rahmat Tuhan, hingga saatnya kesukaran ini telah berlalu, dan yang fana dalam hidup ini dihilangkan oleh yang Baka (2 Kor. 5.4).

6. Ah, sungguh lemahlah sifat kodrat manusia, yang selalu cenderung kepada kejahatan !

Hari ini kita mengakukan dosa-dosa kita, besok kita sudah menjalankan dosa-dosa yang baru saja kita akukan itu.

Pada waktu sekarang kita berniat, berniat untuk berhati-hati dan waspada, tetapi satu jam kemudian saja kita sudah berbuat seakan-akan tidak pernah berniat baik sedikitpun juga.

Maka banyaklah hal yang menyebabkan kita harus merendahkan diri kita atau akan sombong, karena sifat kita memang sangat lemah dan selalu goyah.

Ah, dalam sekejap mata saja dapat hilang lenyap segala apa yang dengan susah payah telah kita peroleh atas pertolongan Tuhan.

7. Apakah kesudahan kita akhirnya nanti, apabila belum-belum kita sudah mulai patah semangat ?

Celakalah kita, jika kita begitu suka beristirahat , seakan-akan kita sudah menikmati waktu damai dan aman, padahal sedikitpun belum ada tanda-tanda, bahwa pergaulan kita sudah berubah menjadi saleh.

Ada baiknya kita mulai lagi dididik dari permulaan secara baik kearah hidup kesusilaan yang sungguh-sungguh. Barangkali masih ada harapan akan perbaikan di kemudian hari dan kemajuan yang lebih besar dalam hidup rohani.

 

 


Actions

Information

Leave a comment